NEK Sapiah (60) tak kuasa menahan tangisnya, Sabtu (25/3/2023). Nenek ini potret kemiskinan akut di pedalaman Aceh Utara. Tepatnya di Desa Ulee Blang, Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara.
Gubuk yang ditempatinya reot dan nyaris rubuh. Meski zaman sudah modern, Nek Sapiah bahkan tak memiliki aliran listrik. “Saya tak punya uang buat pasang listrik,” katanya lirih.
Untuk memasak, dia menggunakan kayu bakar. Bukan gas rumah tangga. Mirisnya, Nek Sapiah menggunakan air payau untuk konsumsi sehari-hari. Apalagi, saat ini musim kemarau. Praktis payau menjadi satu-satunya sumber air bersih untuk dirinya.
“Sumur saya pendek, ini sedang kemarau. Jadi, air payau menjadi andalah utama. Saya tak punya uang buat memasukan saluran air dari PDAM,” terangnya.
Sedangkan untuk kehidupan sehari-hari, dia bekerja sebagai buruh tani. Itu dilakukan dua tahun terakhir, setelah sang suami meninggal dunia.
“Kadang saya upah untuk mengupas pinang orang. Sehari bisa dapat Rp 30 ribu,” katanya lirih.
Putra dan putrinya pun tak memiliki penghasilan cukup untuk membantu ibunya. Karena itu pula, Nek Sapiah tak berharap banyak pada sang anak.
“Mereka juga miskin,” katanya.
Kapolres Aceh Utara AKBP Deden Heksaputra, mengunjungi rumah nenek ringkih ini. dia tak kuasa menahan tangis. Ujung jilbabnya menyeka air mata.
Deden pula yang memerintahkan personelnya mengali sumur di samping rumah nenek itu. Agar tidak tergantung lagi pada air parit dan air payau. “Air bersih dan harus sehat,” kata Deden.
Dia juga membawa kompor gas, dan bahan kebutuhan dapur lainya. Termasuk meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memasang listrik ke rumah janda miskin itu.
“Untuk rumah kita akan lakukan rehab, namanya program bedah rumah dalam waktu dekat ini,” pungkas Deden.
|KOMPAS