LHOKSEUMAWE – Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, memproses pemberhentian sementara N (53) seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tersangkut korupsi dan sudah ditahan dalam dugaan korupsi pembangunan Monumen Samudera Pasai.
N ditetapkan sebagai tersangka bersama empat tersangka lainnya yaitu F (61) selaku Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2016, TM (48) selaku Kontraktor Pelaksana, P (57) selaku Konsultan Pengawas , RF (57 Tahun) Selaku Kontraktor Pelaksana.
“Kami pastikan proses pemberhentian sementaranya. Nanti akan ditandatangani oleh Pj Bupati Aceh Utara pemberhentian sementara yang bersangkutan, karena sudah ditahan di Rutan Lhoksukon, Aceh Utara,” kata Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Aceh Utara, Syarifuddin per telepon, Rabu (2/11/2022).
Dia menyebutkan, setelah pemberhentian sementara, maka hak N dalam bentuk gaji akan berkurang sebesar 50 persen.
“Prosesnya segera dilakukan,” terang Syarifuddin.
Sedangkan Kepala Seksi Intelijen, Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Arif Kadarman, dihubungi terpisah menyebutkan, saat ini timnya terus memproses kasus itu dan segera melimpahkannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Banda Aceh.
“Pemberkasan semoga segera selesai seterusnya masuk ke tahap pengadilan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitkaan jaksa menahan semua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Monumen Samudera Pasai di Aceh Utara. Kelimanya disangka melanggar Pasal 2 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelum ditahan, kelimanya menjalani pemeriksaan kesehatan. Mereka juga dikenakan rompi warna merah muda dan diborgol seterusnya dibawa ke Rutan Lhoksukon.
Sekadar diketahui, proyek proyek yang berlangsung sejak 2012 hingga 2017 menghabiskan dana sebesar Rp 49,1 miliar. Dia merincikan, proyek itu dikerjakan secara bertahap.
Sejak 2012 hingga 2016 proyek ini berada di Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Aceh Utara.
Sedangkan pada 2017 proyek yang menjadi ikon Kerajaan Samudera Pasai itu berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Aceh Utara.
Tahun 2012 proyek ini dikerjakan PT PNM dengan angggaran senilai Rp 9,5 Miliar.
Lalu tahun 2013 Rp 8,4 Miliar dikerjakan oleh PT LY, berikutnya 2014 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp 4,7 Miliar.
Pada tahun 2015 Rp 11 Miliar dikerjakan PT PNM, tahun 2016 dikerjakan PT TH Rp 9,3 Miliar dan tahun 2017 Rp 5,9 Miliar dikerjakan PT TAP.
Penyelidikan kasus ini sudah berlangsung sejak Mei 2021 hingga awal Juni 2021. Sejumlah saksi ahli, rekanan dan mantan pejabat yang bertanggung jawab untuk proyek itu telah dimintai keterangan. Dari hasil penyelidikan, ditemukan beberapa pengerjaan proyek yang tidak sesuai dengan standar.
Semisal fondasi proyek itu tak mampu menopang tower setinggi 71 meter. Selain itu, sejumlah bagian bangunan retak dan membahayakan pengunjung.
|KOMPAS